Written by Aan Zainul Anwar
Pendahuluan
Islam merupakan
agama yang memberi ramat terhadap alam semesta, mempunyai ajaran yang sempurna
sehingga mengatur segala perilaku kehidupan manusia. Bukan hanya menyangkut
urusan peribadatan saja, urusan sosial dan ekonomi juga diatur dalam Islam.
Oleh karenanya setiap orang muslim, Islam merupakan pandangan hidup dan sistem
hidup (way of life) yang harus diimplementasikan secara menyeluruh dalam
seluruh aspek kehidupannya tanpa terkecuali.
Sudah cukup
lama umat manusia mencari sistem yang paling dianggap mampu untuk meningkatkan
kesejahteraan khususnya di bidang ekonomi dan pembangunan. Selama ini memang sudah
ada beberapa sistem, diantaranya dua aliran besar sistem perekonomian yang
dikenal di dunia, yaitu sistem ekonomi kapitalisme, dan sistem ekonomi
sosialisme. Tetapi sistem-sistem itu tidak ada yang berhasil penuh dalam
menawarkan solusi optimal. Konsekuensinya orang-orang mulai berpikir mencari
alternatif. Dan alternatif yang oleh banyak kalangan diyakini lebih menjanjikan
adalah sistem ekonomi Islam. Karena sistem ini berpijak pada asas keadilan dan
kemanusiaan. Oleh karenanya, sistem ini bersifat universal, tanpa melihat
batas-batas etnis, ras, geografis, bahkan agama.
Islam yang
memandang bahwa alam adalah anugerah bagi mahluk untuk bisa dimanfaatkan demi
kesejahteraan dengan tujuan supaya menjadi kholifah fil ardh sehingga
mampu terus menjaga dan melestarikan bumi seutuhnya. Bumi yang menyimpan
kekayaan alam dan terus digali untuk dimanfaatkan seolah tidak pernah ada
habisnya. Kendati demikian, perlu adanya kewaspadaan bahwa bumi adalah mahluk
yang pasti akan habis, rusak dan punah. Maka sudah barang tentu kewajiban
manusia adalah mengelolanya dengan baik dan benar demi kemaslahatan umat
manusia secara umum, bukan golongan maupun individu.
Dengan
pemanfaatan pengelolaan alam dengan benar, maka akan terbentuk sebuah
kesejahteraan kehidupan dan ekonomi sebagai penggerak pembangunan yang sesuai
dengan kaidah-kaidah ajaran Islam. Pengertian Islam rahmatan lil alamien
juga tidak hanya sebatas pada manusia saja. Kata alamien sendiri berarti
semesta alam yang sudah barang tentu meliputi segala hal. Maka, ajaran islam
sudah barang tentu didalamnya mengajarkan bagaimana pengelolaan alam ini dengan
baik dan benar yaitu dengan selalu memperhatikan kemaslahatan dan kemanfaatan.
Kendati
perkembangan ekonomi pembangunan Islam saat ini sangat prospek namun dalam
pelaksanaannya masih menemukan berbagai kendala sekaligus tantangan, baik pada
tataran teoritis maupun pada tataran praktis, baik yang bersifat internal
maupun yang bersifat eksternal. Pada tataran teoritis misalnya belum terumusnya
secara utuh berbagai konsep ekonomi pembangunan yang siap diterapkan sebagai
pengganti teori konvensional. Sedangkan pada tataran praktis belum tersedianya
sejumlah institusi dan kelembagaan yang lebih luas dan memahami tentang konsep
pembangunan Islam. Adapun dari aspek internal adalah sikap umat Islam sendiri
yang belum maksimal dalam menerapkan kebijakan-kebiajakan pembangunan secara
Islam. Sedangkan dari aspek eksternal adalah praktik-praktik pembangunan yang
sudah terbiasa dengan konsep-konsep konvensional sebab sudah mentradisi dan
ironisnya menjadi budaya, terutama di negara-negara yang sedang berkembang.
Ekonomi dan
Pembangunan Bangsa
Berbicara tentang pembangunan tentu tidak terlepas dari peran ekonomi,
begitu pula sebaliknya. Ekonomi kerap kali diukur oleh sebuah nilai
keberhasilan dalam pembangunan. Sebab pembangunan mencakup perubahan pada tata
susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Pembangunan sendiri merupakan
transformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai oleh perubahan struktural,
yaitu perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan
ekonomi masyarakat yang bersangkutan[1].
Ekonomi mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan kesejahteraan
masyarakat. Maka pemerintah sebagai institusi atau lembaga negara mempunyai
tugas untuk menata dan mengatur perekonomian, oleh karenanya kebijakan politik
diperlukan guna menjadikan pertumbuhan ekonomi selalu meningkat. Hal yang perlu
dilakukan oleh pemerintah adalah melaksanakan konsep-konsep pembangunan ekonomi
untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat secara luas dan bukan
menjadikan beban bagi masyarakat. Dalam arti yang luas, pemerintah tidak hanya
memfasilitasi pertumbuhan ekonominya saja, melainkan juga memperhatikan
kelestarian dan suku cadang agar pemanfaatannya lebih membawa suatu nilai yang
jauh berguna.
Islam sebagai agama yang syamil (sempurna) sepatutnya dijadikan
landasan pemerintah guna mengambil kebijakan-kebijakan politik pembangunannya
sebab ajaran Islam juga mengatur kebijakan pengelolaan negara (at-Tashorruf).
Dalam Iqtishoduna, karya Muhammad Baqir Shadr menjelaskankan bahwa pemerintah mempunyai
intervensi aktifitas ekonomi masyarakat[2].
Jika kita melihat pada beberapa negara, pembangunan pada suatu negara
sudah sejak dini dikonsep sedemikian matang, sehingga memberikan dampak yang
signifikan terhadap kesejahteraan penduduknya. Hal ini banyak di terapkan oleh
negara-negara maju, seperti jepang dan beberapa negara di eropa. Berbeda dengan negara miskin atau negara
sedang berkembang, terutama yang menerapkan teori konvensional, pada umumnya
negara masih setengah-setengah dalam menerapkan kebijakan ekonomi, akibatnya
masyarakat baik individu maupun unit ekonomi, akan bertindak dan berperilaku
sesuai dengan norma-norma atau aturan sesuai dengan persepsi masing-masing
sehingga timbul sebuah kesemrawutan.
Pembangunan bangsa memang tidak bisa serta merta menjadi tanggung jawab
pemerintah saja. Akan tetapi menjadi kewajiban bersama antara warga negara dan
pemerintah sehingga tercipta sebuah negara yang kondusif, makmur dan sejahtera.
Analoginya, jika perekonomian masyarakat secara menyeluruh mengalami
peningkatan, secara tidak langsung pertumbuhan pembangunan secara otomatis
dengan sendirinya mengalami peningkatan. Pertumbuhan pembangunan yang dimulai
dari skala kecil hingga pada penguatan infra struktur suatu Negara tentu
berawal kemapan ekonomi. Maka, ada korelasi yang bersinergi antara ekonomi dan
pembangunan Negara.
Pilar-pilar
Ekonomi Pembangunan Islam
Sebelum kita berbicara lebih jauh mengenai pembangunan ekonomi
berdasarkan pada pola ajaran yang telah di wahyukan oleh Allah Swt, baik yang
tertuang dalam kitab suci Al-Qur'an maupun Sunnah nabi, perlu kita mengetahui
runtutan dimana peranan ajaran islam dalam mengatur ekonomi dan pembangunan.
Bagan ilmu politik ekonomi dan pembangunan
Islam[3]
Islam yang
memilik banyak disiplin ilmu. Bukti bahwa ajaran Islam paling benar diantaranya
adalah wahyu tuhan mencakup segala hal. Dalam bagan diatas dapat kita mengerti
bahwa untuk memberdaya gunakan alam haruslah tidak bertentangan dengan
Al-Qur'an dan Sunnah. Paket pengelolaan alam sudah dikembangkan oleh ulama kita
dalam bidang disiplin ilmu siyasah maliyah (politik ekonomi).
Dalam
ilmu pembangunan islam, aspek-aspek yang harus dijadikan landasan adalah:
a.
Tauhid (Tauhidullah)
Pengertian tauhid dalam ekonomi pembangunan adalah adanya
pengakuan secara mendasar bahwa sumber-sumber ekonomi adalah milik Allah Swt,
maka prinsip ini secara universal bahwa sumber ekonomi bukan milik perseorangan
akan tetapi milik publik dan harus bisa dimanfaatkan oleh semua kalangan (tidak
ada yang dirugikan).
b.
Keadilan ('Adalah)
Islam selalu menjunjung tinggi keadilan. Al-Qur'an banyak
sekali menyebut tentang keadilan. Prinsip adil sendiri adalah sama rata yang
mana dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi dilakukan secara merata untuk
semua orang sehingga setiap individu berhak memperoleh kesempatan yang sama
untuk berperan dan menikmati ekonomi secara nyata.
وكذلك جعلناكم أمة وسطا لتكونوا شهداء على الناس ويكون الرسول عليكم شهيدا
(البقرة :143)
" Dan demikian (pula) Kami
telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan" (QS.
Al-Baqarah : 143)
Kalimat adil dalam ayat ini bahwa umat Islam dijadikan
umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan
orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat[4]. Dalam
praktek ekonomi, mereka yang berbuat tidak adil, yaitu memanfaatkan sumber daya
alam tanpa melihat aspek-aspek nilai kesejahteraan baik untuk masyarakat
sekitar maupun kehidupan manusia di seluruh dunia.
c.
Keberlanjutan (Istimrariyah)
Landasan keberlanjutan adalah menghendaki bahwa
pendayagunaan sumber daya alam yang digunakan untuk sumber ekonomi dilakukan
dengan menjaga kelestarian fungsi sumbernya secara berkelanjutan. Prinsip
keberlanjutan didasarkan pada fakta keberadaan sumber-sumber ekonomi yang
terbatas jumlahnya, sementara konsumsi terhadapnya tidak terbatas.
وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين (الانبياء
:107)
"Dan tiadalah Kami mengutus
kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS Al-Anbiya'
:107)
Rahmat disini juga berarti berkah yang harus terus
dilestarikan untuk terciptanya manusia yang sejahtera dan menjadi manusia yang
kuat. Oleh sebab itu, efisiensi dan adil haruslah merupakan landasan penentuan
kebijakan pengelolaan dan distribusi sumber ekonomi yang bersangkutan.
Bertolak pada tiga prinsip diatas,
maka secara umum untuk mengimplementasikan landasan tersebut pada pembangunan ekonomi
haruslah meliputi:
a.
Tanggung Jawab
Sosial
Tanggung jawab sosial adalah peran serta pengelola
pembangunan ekonomi terhadap kelestarian alam sebab dibalik hasil kekayaan yang
didapatkan terdapat kekayaan atau hak orang lain. Hal ini tentu berbeda dengan
teori konvensional yang mana peran serta dalam menjaga kelestarian hanyalah
bentuk dari kemurah hatian. Dalam hal ini islam menganut sistem kesamaan
sosial, bukan kesamaan ekonomi sebagaimana yang diterapkan oleh kelompok
sosialis[5].
b.
Tanggung Jawab
Moral
Tanggung jawab moral adalah pemanfaatan sesaui dengan
kapasitas atau kemampuan sumber daya alam dan lingkungan, tidak memaksakan
kehendak demi tercapainya kepentingan individu maupun kepentingan sesaat.
Manusia harus sadar bahwa manusia ada batasnya, begitu pula sumber daya alam.
Sayyid Hossen Nasr tentang hal ini menyebutnya sebagai tanggung jawab etika[6].
c.
Tanggung Jawab
Keseimbangan
Keseimbangan adalah manfaat dan mahdharat terhadap
pembangunan harus lebih besar manfaatnya, minimal adalah setara dan tidak boleh
lebih besar mahdharatnya. Islam memandang manfaat adalah kunci keberhasilan
dalam pembangunan ekonomi karena Islam menghendaki adanya bangunan ekonomi yang
kuat sehingga menjadikan masyarakatnya (umat Islam) adalah masyarakat yang
kuat. Maka, untuk menjadi masyarakat yang kuat tidak hanya diukur dalam satu
kurun waktu akan tetapi nilai keberlanjutan yang diteruskan oleh generasi
setelahnya.
وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم (النساء :9)
"Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka." (QS. Annisa' :9)
Perilaku Pelaku Pembangunan Berbasis Sumber Daya Alam
a.
Kewajiban dan
Tanggung Jawab Pemerintah
Sumber daya
alam pada prinsipnya adalah milik semua umat manusia, dalam artian untuk
dikelola dan dimanfaatkan demi kepentingan bersama. Islam memiliki sudut
pandang dalam hal kepemilikan membagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan pribadi, kepemilikan
umum dan kepemelikan negara. Namun secara umum dalam suatu wilayah negara,
pengelolaan terhadap kepemilikan tetap harus patuh pada hukum negara yang
dibuat oleh pemerintah, hukum adat dan hukum masyarakat.
Tuntutan
kesejahteraan adalah harapan setiap individu, pemanfaatan sumber daya alam
adalah salah satu pembangunan ekonomi yang banyak lakukan demi tercapainya
tujuan tersebut. Oleh karenanya, setiap tindakan pasti ada akibat, tidak
terkecuali jika pembangunan pasti mempunyai akibat, baik itu positif maupun negatif.
Maka peran pemerintah yang dalam hal ini selain memiliki tugas untuk terus
meningkatkan kesejahteraan warganya juga diharapkan bisa mengontrol terhadap dampak
pemanfaatan lingkungan serta harus bertanggung jawab terhadap faktor-faktor
yang diakibatkan oleh hal tersebut. Maka kewajiban pemerintah adalah memberi
jaminan sosial terhadap masyarakat secara umum.
Langkah-langkah
yang bisa tempuh pemerintah selain mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam
peraturan juga adanya gerakan nyata mengatasi dampak lingkungan. Diakui atau
tidak, tanpa campur tangan pemerintah, usaha dalam menjaga kelestarian akan
sulit tercapai.
Adiwarman A.
Karim mengutip pendapat Sahabat Umar Ibn Khattab ra. yang mengatakan bahwa
sebaik-baiknya penguasa adalah mereka yang memerintah demi kemakmuran rakyatnya
dan seburuk-buruk penguasa adalah mereka yang memerintah tapi malah rakyatnya
menuai kesulitan[7].
Akan tetapi meurut Abu Yusuf dalam bukunya Al-Kharaj memperjelas jika proyek
atau kegiatan ekonomi yang sifatnya untuk kepentingan atau keuntungan individu
atau kelompok, maka biaya atau beban atas dampak tersebut dibebankan pada
individu atau kelompok terebut, akan tetapi jika kepentingan orang banyak, maka
biaya atau beban menjadi tanggung jawab pemerintah, sepenuhnya, bukan masyarakat
sekitar [8].
b.
Individu sebagai
pemilik atau pengelola lahan.
Masyarakat
sebagai pelaku utama dalam berkarya dan bekerja demi terwujudnya kesejahteraan
selalu berusaha sekreatif mungkin. Entah petani yang selalu berusaha agar hasil
panenannya melimpah, ilmuan dengan menciptakan teknologi mutakhir, pengusaha
dengan menciptakan hasil produk yang melimpah dan berkualitas, dan seterusnya.
Dalam
melaksanakan pekerjaannya, seseorang haruslah mempunyai tujuan jangka panjang.
Keimanan dan ketaqwaan kepada tuhan yang maha esa adalah kunci untuk
tercapainya suatu keberhasilan dalam berusaha. Dalam ajaran agama apapun,
manusia dilarang merusak alam, akan tetapi agama tidak membatasi usaha
seseorang untuk memanfaatkan sumber daya alam. Dalam prinsip muamalah, segala
sesuatu itu dibolehkan asalkan tidak bertentangan dengan kuhum syariah yang
sudah baku. Dalam hal ini tidak mengandung unsur yang haram atau dilarang. Maka,
jika seorang muslim benar-benar memperhatikan ajaran islam, sudah barang tentu
akan tercipta suatu kemajuan dan kemapanan hidup, akan tetapi yang terjadi
kebanyakan manusia adalah mengedepankan kepuasan nafsu sehingga mereka tanpa
pernah merasa puas. Hal ini karena teori konvensional yang sudah menjadi
tradisi dimana pertumbuhan ekonomi akan meningkat jika di dorong oleh makin
besarnya usaha seseorang dalam memproduksi sebab didukung oleh pinjaman modal
yang besar. Dalam pandangan islam, berlebih-lebihan itu dilarang.
ولا تسرفوا إنه لا يحب المسرفين
" dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-An'am
:141 dan Al-A'raf : 31)
Dalam kaitannya
dengan pembangunan ekonomi pada aat diatas, seharusnya bisa dimengerti bahwa
yang menjadi prioritas harus diutamakan.
Selain itu, bukan lagi produksi yang digalakkan tanpa melihat pasar atau
konsumen, akan tetapi produksinya sesuai kebutuhan. Maka, jika pembangunan dan
penggunaan sumber daya alam bisa berjalan sesuai kebutuhan akan bahan baku bisa
di manage untuk kepentingan jangka panjang. Islam memandang hal ini sebagaimana
dalam kaidah fiqh:
من استعجل قبل أوانه عوقب بحرمانه
“Barang siapa
yang mempercepat sesuatu sebelum waktunya, maka menanggung akibat tidak
mendapat sesuatu tersebut”
Kaidah ini jika
diterapkan pada pembangunan adalah supaya pembangunan itu sesuai fungsi dan
kegunaannya serta tidak mengexploitasi secara besar-besaran. Banyak kasus kita
jumpai dalam hal ini, satu contoh adalah kasus Lumpur Lapindo dimana
exploitasi yang dilakukan tidak
sesuai standart perencanaan[9].
Selain itu, dengan
memperhatikan dan melaksanakan perintah-perintah agama yang berhubungan dengan
manusia (hablu min an-nas) maka akan tercipta suatu yang harmoni, sebab
agamapun melarang manusia untuk saling mencederai satu sama lain, bahkan
terhadap binatang sekalipun.
Kesimpulan
Pembangunan ekonomi Islam adalah the process of
allaviating poverty and provision of ease, comfort and decency in life
(Proses untuk mengurangi kemiskinan serta menciptakan ketentraman, kenyamanan
dan tata susila dalam kehidupan). Perkembangan perekonomian dunia, khususnya
tiga abad terakhir ini telah memberikan pelajaran yang sangat penting, dimana
konsep ekonomi dan pembangunan konvensional dirasa telah gagal dan terlalu
banyak mengexploitasi sumber daya alam secara besar-besaran sehingga
menimbulkan banyak masalah.
Ekonomi pembangunan pada dasarnya telah melewati tiga
fase yang berbeda, yaitu: Fase pertama, adalah Ekonomi Pembangunan Klasik ,
Fase kedua, dimulai setelah perang dunia kedua dan ketika sejumlah negara dunia
ketiga memperoleh kemerdekaannya, Sedangkan fase ketiga perhatian ekonomi pembangunan
cendrung anti kekuasaan (negara) dan kembali pro kepada kebebasan pasar,
Ketiga fase tersebut, menunjukkan inkonsistensi dan
ketidakpastian dalam program pembangunan suatu Negara, kususnya di
negara-negara berkembang, lebih khusus lagi di negara-negara yang mayoritas
muslim. Karena ekonomi klasik, neoklasik,
dan sosialis, semuanya lahir dari pandangan dunia enlightenment,
pendekatan mereka untuk mewujudkan kesejahteraan manusia dan analisis mereka tentang
problem-problem manusia adalah sekuler. Namun harus diakui bahwa pertumbuhan
ekonomi yang telah berlangsung beberapa waktu lalu dan sampai saat ini
berlangsung juga banyak memberikan konstribusi dalam menciptakan
keajaiban-keajaiban ekonomi.
Kesimpulannya, konsep serta kebijakan ekonomi dan
pembangunan yang berdasarkan kapitalisme dan sosialisme, terbukti telah gagal
mewujudkan perekonomian yang berkeadilan. Akibat berpegang pada kedua faham
tersebut terjadilah ketidakseimbangan makro ekonomi dan instabilitas nasional.
Sistem kapitalis maupun sosialis jelas tidak sesuai dengan sistem nilai Islam.
Keduanya bersifat eksploitatif dan tidak adil serta memperlakukan manusia bukan
sebagai manusia yang memiliki kekedudukan dan hak yang sama pada ruang terbuka.
Kedua sistem itu juga tidak mampu menjawab tantangan ekonomi, politik, sosial
dan moral di zaman sekarang.
Hal yang perlu diperhatikan jika mengacu pada pemarapan
diatas adalah:
1. Manusia sebagai mahluk ciptaan tuhan
harus tunduk pada undang-undang atau ketentuan dari tuhan.
2.
Alam semesta ini diciptakan untuk bisa dipergunakan demi
kesejahteraan umat manusia sekaligus menjadi sarana ibadah al-jawarih
sehingga ada hak bagi semua umat manusia.
3.
Negara mempunyai fungsi untuk melindungi kelestarian dan
ketersediaan sumber daya alam sebagai tolak ukur kekuatan Negara.
4. Dalam mewujudkan pembangunan ekonomi
harus bertujuan untuk kesejahteraan dan juga tidak hanya untuk kepentingan
duniawi, melainkan juga untuk kepentingan ukhrowi.
Maka, melaksanakan pembangunan harus ada beberapa faktor
yang mempengaruhinya, sehingga pertumbuhan pembangunan itu bisa sejalan dengan
cita-cita seluruh umat manusia. Oleh karena itu, perlu merujuk pada faktor-faktor
berikut:
1. Sumber daya yang dapat dikelola
(invistible resources / إدارة الموارد)
2.
Sumber daya manusia (human resources / الموارد البشرية)
3.
Lingkungan dan ekosistem (environment and ecosystem/
البيئة والنظام
البيئي)
4.
Wirausaha (entrepreneurship / المشاريع)
5. Teknologi (technology / التكنولوجيا)
Konsep
pembangunan ekonomi akan tepat digunakan bila kedua prinsip diatas dilaksanakan
sehingga akan bermuara pada upaya peningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
adil dan merata.
Bahan Bacaan
Suntana, Ija, Politik Ekonomi Islam Siyasah
Maliyah Teori-Teori Pengelolaan umber Daya Alam, Hukum Pengarian dan
Undang-Undang SDA di Indonesia, 2010, Bandung: CV. Pustaka Setia.
Karim, Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikirann
Islam, 2010, Jakarta: Rajawali Pers
________________ , Ekonomi
Makro Islami, 2010, Jakarta: Rajawali Pers
Damanhuri, Didin S., Ekonomi Politik dan
Pembangunan, 2010, Bogor: IPB Press
Yusuf, Abu, Al-Kharaj, 1979, Beirut:
Darul Ma'arif
Nasr, Seyyed Hossien, The Essential, World
Wisdom, Inc. 2007, file
bisa di download pada www.worldwisdom.com/uploads/pdfs/66.pdf
Muhammad Baqir Shadr, Iqtishaduna, Darul al-Ta'arif, Beirut
[1] Didin S. Damanhuri, Ekonomi Politik dan Pembangunan, 2010,
Bogor: IPB Press, hal 3.
[2] Intervensi Negara dalam hal pembangunan ekonomi bertujuan untuk
melindungi kebebasan serta menjaga kepentingan umum yang dibutuhkan masyarakat. Selengkapnya lihat: Muhammad Baqir
Shadr, Iqtishaduna, Darul al-Ta'arif, Beirut
Bab Iqtishoduna fi mua'amalah raisiyyah, hal 287.
[3] Ija Suntana, Politik Ekonomi Islam
Siyasah Maliyah Teori-Teori Pengelolaan umber Daya Alam, Hukum Pengarian dan
Undang-Undang SDA di Indonesia, 2010, Bandung: CV. Pustaka Setia, hal 16
[4] Jalaluddin asy-Syuyuthi dan Jalaluddin
Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy, Tafsir Jalalain, Maktabah Syamilah v2.
[5] Ija Suntana, Ibid, hal 17
[6] Sayyid Hossain Nasr berpendapat bahwa
agama sebenarnya sangat berperan terhadap pelestarian lingkungan hidup.
Munculnya kerusakan lingkungan disebabkan pelaku pembangunan ekonomi modern
yang hanya di dorong pada kepuasan nafsu manusia. Selengkapnya Seyyed Hossien
Nasr, The Essential, 2007,World Wisdom, Inc.
[7] Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikira
Islam, 2010, Jakarta: Rajawali Pers hal. 236
[9] Dalam kasus ini, ada pemaksaan dalam
pengeboran untuk mendapatkan hasil yang melimpah, selengkapnya sebagaimana
press rilis dan hasil investigasi yang dimuat oleh Wikipedia http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo#Perkiraan_penyebab_kejadian diakses 17 Mei 2011.