I.
Pendahuluan
Bank pada hakikatnya adalah lembaga intermediasi
antara para penabung dan investor. Tabungan hanya akan berguna apabila
diinvestasikan, sementara para penabung tidak dapat diharapkan untuk sanggup
melakukannya sendiri dengan terampil dan sukses. Nasabah mau menyimpan dananya
di bank karena ia percaya bahwa bank dapat memilih alternatif investasi yang
menarik. Proses pemilihan investasi itu harus dilakukan dengan seksama, karena
kesalahan dalam pemilihan bentuk investasi akan membawa akibat bank tidak bisa
memenuhi kewajibannya kepada para nasabahnya. Pada umumnya bank mengkoordinasikan
fungsi tersebut melalui apa yang disebut assets/liabilities management
committee atau disingkat ALCO. Tugas utama manajemen aset/liabilitas adalah
memaksimalkan laba, meminimalkan risiko, dan menjamin tersedianya likuiditas
yang cukup. Potensi risiko yang dihadapi oleh bank konvensional juga dihadapi
oleh bank syariah, kecuali risiko tingkat bunga, karena prinsip profit and
loss sharing yang menjadi landasan sistem operasionalnya.
Untuk itu, bank yang kelebihan cadangan uang akan
menyalurkan pada objek-objek yang dianggap save dan mampu membawa
keuntungan serta dalam jangka pendek. Hal ini untuk terus menjaga likuiditas
perbankan jika nasabah hendak menarik uangnya. Adapun perusahaan non lembaga
keuangan jelas berbeda dengan lembaga keuangan. Terutama masalah keuangan
perusahaan yang selalu berputar karena hasil usaha sehingga tidak menutup
kemungkinan terjadi likuiditas jangka pendek, terutama untuk operasional perusahaan
seperti gaji karyawan, pembelian bahan baku dll . Maka untuk menutupi tersebut
perusahaan menerbitkan instrumen di pasar uang guna mendapatkan uang tunai
secara cepat.
Adapun perbankan yang mengalami likuiditas jangka
pendek akan lebih mudah mendapatkan suntikan dana melalui Pasar Uang melalui
transaksi pinjaman antar bank atau lembaga keuangan lain yang sebagian besar
berjangka waktu pendek (harian/overnight).
Jika dalam perbankan konvensional terdapat Pasar Uang Antar
Bank (PUAB) sebagai alternatif pilihan utama perbankan dalam menjaga likuiditas
harian yang dikontrol oleh bank central turut melalui pengendalian suku bunga
(Wahyu Dewati et,all, 2004). Begitu pula dengan perbankan berbasis syariah,
lembaga keuangan syariah memiliki pasar khusus syariah dengan sebutan pasar
uang antar bank syariah (PUAS) sebagai salah satu instrumen yang penting dalam
menjaga kestabilan likuiditas. Penulis yang tergabung dalam kelompok ini
mencoba merangkum dan menganalisis seputar pasar uang yang disajikan secara ilmiah
oleh Heiko Hesse, Andreas A. Jobst & Juan Solé yang berjudul "Trends
and Challenges in Islamic Finance" atau Tren dan Tantangan dalam Keuangan
Islam yang dimuat dalam jurnal World Economics, vol. 9, no. 2, april–june 2008
halaman 175-193.
I.
Pasar Uang dan Tantangan Moneter
Fenomena yang harus kita banggakan adalah industri keuangan syariah
yang terus meningkat meski dibilang belum lama berdiri. Pertumbuhan keuangan
syariah menunjukkan tingkat rata-rata tumbuh sekitar 15 persen pertahun,
terutama dalam beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan cepat telah didorong tidak
hanya oleh lonjakan permintaan untuk produk yang sesuai syari'at, tapi juga
adanya para pemodal dari Timur Tengah dan negara-negara Muslim lainnya, selain
itu juga investor di seluruh dunia, sehingga menjadikan rendering ekspansi keuangan
Islam merupakan fenomena global.
Laju pertumbuhan yang signifikan tersebut didukung oleh
beberapa faktor, pertama, selain ruang lingkup geografis yang luas, perluasan
yang cepat dari keuangan syariah juga terjadi di seluruh produk kegiatan
keuangan, mulai dari perbankan ritel untuk asuransi dan investasi pasar modal,
juga mungkin yang menjadi pertumbuhan cepat adalah sukuk atau obligasi syariah,
bentuk yang paling populer dari pembiayaan kredit sekuritas dalam keuangan
Islam.
Permasalahan muncul ketika pasar
uang syariah bebas bergerak tanpa ada pengendali sistem syariah. Tentu ini akan
memberikan suatu sikap yang kurang menyenangkan jika harus berpihak terhadap
salah satu. Pertama, berpihak pada tradisi yang sekuler. Kedua, bertindak
mengikuti peraturan sistem yang ditetapkan komite syariah (AAOIFI ) demi
tercapainya pelaksanaan prinsip syariah. Pada Februari 2008, komite syariah
mengeluarkan rekomendasi baru
mengenai peran kepemilikan aset, jaminan investasi, dan penasihat syariah dan
proses persetujuan dalam sukuk dan perdagangan. Aturan-aturan yang
diusulkan menarik perhatian yang signifikan sebelum pembebasan mereka, setelah
pernyataan oleh ketua komite syari'ah pada bulan November 2007 menunjukkan
bahwa 85 persen masalah sukuk di GCC tidak setuju dengan prinsip-prinsip
syari'ah. Sebagian besar sukuk yang diterbitkan di GCC memiliki perjanjian
pembelian kembali eksplisit yang menjamin pembayaran pokok namun melanggar
pembagian laba-rugi (PLS) sesuai fitur hukum Islam.
Melihat kenyataan yang demikian, pasar uang syariah
berpotensi mengalami gejolak sebagaimana pasar uang konvensional. Resiko terjadi hal-hal yang lazim dalam pasar
uang memang tidak menutup sebuah kemungkinan, seperti terjadinya risiko pasar
yang mana terjadi karena turunnya harga suatu instrumen pasar uang yang dikarenakan
tingkat suku bunga naik sehinnga investor mengalami kerugian. Risiko gagal
bayar yang terjadi karena debitur tidak dapat memenuhi kewajiban bayar kepada
kreditur. Risiko inflasi terjadi karena
naiknya harga barang / jasa sehingga daya beli menurun atas pendapatan yang
diterima dari pinjaman yang diberikan dan risiko nilai tukar terjadi karena
adanya perubahan tidak menguntungkan terhadap kurs mata uang asing. Risiko-resiko
tersebut pun berpotensi pada pasar uang syariah jika tidak menjalankan sistem
Jika mengacu pada sistem pasar uang syariah serta
fungsinya, adanya risiko sebagaimana yang terjadi dalam sistem pasar uang
konvensional dapat dihindari atau kalaupun terjadi resiko dapat ditekan
serendah mungkin karena pada prinsipnya operasional pasar uang syariah mengacu
pada skema akad syariah, tergantung akad apa yang digunakan.
Tantangan muncul dalam pasar uang syariah adalah
adanya pengaruh pasar konvensional yang dikontrol oleh bank central dalam
penentuan suku bunga, maka pasar uang syariah berpotensi menetapkan standar
keuntungan sebagaimana bunga yang ditetapkan, hal ini menjadi sebuah tantangan
apakah bisa pasar uang syariah lepas dari bayang-bayang bank konvensional dan menerapkan
mekanisme yang sepenuhnya sesuai dengan syariah.
II.
Syariah Compliant sebagai Perangkat Kehati-hatian
Dari perspektif kehati-hatian, dalam artikel ilmiah tersebut
menyoroti tentang syariah complient, mengingat belum diterapkannya syariah compliant
pada pasar uang jangka pendek (kurang dari seminggu). Permasalahan muncul
ketika terjadi gejolak risiko sehingga berpengaruh pada penyelesaian hukum.
Fungsi syariah syariah compliant atau pelaksananya
yaitu dewan pengawas syariah adalah harus menentukan kontrol rinci untuk model
masing-masing bank dalam menggunakan jenis transaksi terutama dalam hal model
yang umum digunakan seperti Murabahah dan Ijarah yang rentan untuk digunakan
sebagai back-door (celah) untuk bunga. Murabahah dalam berbagai barang
mungkin melibatkan aspek yang berbeda yang mungkin perlu pengawasan yang ketat.
Dewan pengawas syariah memberikan pengendalian internal sehubungan dengan
beberapa model produk yang beredar dipasar uang yang menggunakan akad sebagai
di bawah ini:
a.
Murabahah
1.
Dewan Syariah harus memastikan bahwa akuntansi dalam
Murabahah dibuat mirip dengan transaksi perdagangan bukan transaksi keuangan.
Dalam hal ini sesuai dengan standar akuntansi AAOIFI. Beberapa bank merekam
hanya pencairan dari jumlah total termasuk mark-up. Ini bertentangan
dengan substansi syariah compliant Murabahah.
2.
Untuk memastikan bahwa bank tidak terlibat dalam
transaksi Murabahah Rollover, kontrol internal yang ketat diterapkan. Harga
barang tidak dapat diubah jika pelanggan tidak membayar tepat waktu. Dengan
demikian, tidak ada kesempatan untuk rollover transaksi murabahah.
3.
Klien yang membayar untuk pembelian jumlah komoditi
atas nama bank tidak dapat membeli komoditas untuk waktu yang lama dan
menggunakannya untuk aset lain yang mungkin tidak diperbolehkan misalnya untuk
pembelian berbasis kepentingan sekuritas atau saham perusahaan berbasis bunga.
Oleh karena itu, harus ada kontrol yang efektif bahwa klien membeli komoditas
tersebut dalam waktu minimum yang diberikan dan memberikan pernyataan ke bank
diikuti oleh penerimaan oleh bank dan penjualan kepada klien. Untuk kontrol
yang efektif, dewan pengawas syari’ah juga dapat menyarankan bank untuk
melakukan pembayaran langsung ke pemasok.
4.
Dewan pengawas syariah harus memastikan bahwa semua
persyaratan dokumentasi khususnya dalam kasus klien juga agen dari bank sudah
terpenuhi dengan benar. Bank tidak berhak melakukan perubahan dalam Master
Agreement tanpa persetujuan nya.
5.
Mark-up harus dibebankan bank waktu menjual komoditas
pada kredit untuk klien. Dewan syariah harus memastikan bahwa tidak dibebankan terhadap
klien (sebagai agen).
6.
Bai al Inah / pembelian kembali. Pengaturan ini tidak
diperbolehkan dalam Syariah. Dewan Syariah harus dimasukkan ke dalam kontrol
tempat yang efektif bahwa bank tidak mencari celah (back door) untuk
teknik pembelian kembali dalam kasus transaksi Murabahah.
b.
Ijarah
Perangkat utama
lainnya adalah menggunakan ijarah. berikut mungkin beberapa kontrol nya:
1.
Dewan Syariah harus memastikan bahwa kepemilikan aset
yang disewakan ditransfer ke lessor yaitu bank. Dalam kasus itu melibatkan
impor, bank harus mengimpor langsung atau melalui agen.
2.
Ijarah dan Bai' adalah jenis yang sama sekali berbeda
dari transaksi dalam hal implikasinya bagi pihak yang terlibat. Oleh karena
itu, dua transaksi tidak boleh dicampur sedemikian rupa sehingga masing-masing
syariah penting tidak dipenuhi. Perpindahan kepemilikan kepada penyewa tidak
harus menjadi kondisi yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Sewa. Ini bisa
menjadi janji sepihak, tidak mengikat pihak lain.
3.
Dewan Syariah harus memastikan bahwa biaya yang
berkaitan dengan pembelian dan kepemilikan aset ditanggung oleh bank. Dengan
demikian, biaya yang diperlukan untuk mempertahankan keseluruhan aset adalah
tanggung jawab lessor
4.
Sesuai standar akuntansi AAOIFI untuk Ijarah, Ijarah
akuntansi untuk pembiayaan berbasis harus serupa dengan yang dari sewa operasi
dan bukan dari sewa pembiayaan.
Demikian pula untuk semua model transaksi lain yang dilakukan
bank syariah serta fungsi dewan pengawas syariah harus benar-benar bisa mengidentifikasi
dan melakukan kontrol produk syariah sehingga bisa dipastikan dapat menjaga ketaatan
hukum terhadap produk bisnis yang sesuai dengan syariat Islam.
III.
Expansi
Bisnis Syariah ke Konvensional
Pada bahasan selanjutnya, Bank-bank syariahpun memperluas
kehadiran mereka di sistem konvensional. hal ini jauh dari perkiraan kita.
Ironisnya, hal ini dianggap relevan untuk mengetahui apakah bank-bank syariah lebih
stabil dibandingkan bank konvensional. Sebagaimana disebutkan dalam jurnal
dimaksud, beberapa penulis berpendapat bahwa risiko yang ditimbulkan ke sistem
keuangan oleh bank-bank syariah berbeda dalam banyak hal dengan bank
konvensional. Risiko unik untuk bank syariah mungkin timbul secara langsung
dari fitur khusus akibat akad serta tidak langsung akibat hukum pemerintahan,
dan likuiditas manajemen infrastruktur yang tersedia untuk lembaga-lembaga perbankan
syariah. Sebagai contoh, pembiayaan pembiayaan syariah menggeser risiko kredit
langsung dari bank konvensional yang memiliki tujuan investasi. Selain itu,
perbankan syariah juga meningkatkan tingkat risiko pada sisi aset neraca bank,
karena itu membuat bank-bank Islam rentan terhadap risiko yang biasanya
ditanggung oleh investor ekuitas daripada pemegang utang.
Selain itu, ketidak layakan pasar uang syariah dapat
memperburuk risiko likuiditas. Demikian pula, larangan terhadap penggunaan
derivatif konvensional membatasi kemampuan bank-bank syariah untuk melindungi
nilai risiko tertentu. Selain itu, kebanyakan bank –bank syariah beroperasi di
lingkungan dengan pasar antar bank dan uang kurang berkembang atau tidak ada
sekuritas pemerintah, dan dengan terbatasnya ketersediaan dan akses kepada
pemberi pinjaman.
Perbedaan-perbedaan ini telah dikurangi sedikit karena
perkembangan terakhir di instrumen pasar uang syariah dan pemberi pinjaman menyatakan
komitmen implisit dan pemerintah yang paling berperan untuk memberikan dukungan
likuiditas kepada semua bank selama keadaan diluar rencana. Di sisi lain, ada
fitur bank-bank syariah yang bisa membuat mereka kurang rentan dibanding bank
konvensional. Sebagai contoh, bank-bank Islam mampu melewati guncangan negatif
dari sisi aset. Maka, untuk menutupi
kekurangan aset tersebut dibentuklah PUAS sebagai solusi. Namun yang terpenting
adalah stabilitas ekonomi akan berdampak pada kekuatan moneter.
IV.
Kesimpulan
Membaca jurnal sebagaimana tersebut diatas serta
ringkasan pada permasalahan pasar uang sebagaimana disinggung dalam jurnal
tersebut, maka dapat kami simpulkan beberapa hal yang sekiranya dapat menjadi
bahan perhatian terhadap kemajuan sistem ekonomi islam kita. Beberapa
kesimpulan tersebut yang dapat kami sampaikan:
1.
Perlu adanya sistem dan manajemen teliti terhadap
setiap emiten yang tergabung dalam pasar uang, khususnya pasar uang syariah.
2.
Optimalisasi peran dewan pengawas syariah, khususnya
perbankan yang turut serta dalam pasar uang syariah
3.
Dewan pengawas syariah harus benar-benar orang yang
kompeten dalam hal hukum, manajemen dan akutansi perbankan syariah supaya paham
dan mengerti sistem yang berlaku.
4.
Tindak lanjut terhadap perbankan syariah yang bermain
sistem konvensional. Hal ini diperlukan supaya tidak tercampur dengan harta
haram.
5.
Perlu adanya peningkatan pelayanan dan kuwalitas pasar
uang syariah, serta emiten-emiten yang bermain didalamnya.
V.
Penutup
Pasar uang sebagai instrumen penting dalam stabilisasi
perekonomian bangsa diharapkan bisa memerankan perannya dengan sempurna, sebab
dengan begitu masyarakat secara umum akan merasa nyaman dan tentram ketika
ekonomi nasional kokoh. Pasar uang syariah sebagai solusi pasar uang yang
bersih dari riba harus memerankan peran yang maksimal, sehingga terwujud sebuah
cita-cita negara yang bersih dan kuat.
Bahan
Bacaan
Heiko Hesse, Andreas A. Jobst & Juan Solé, Trends and Challenges
in Islamic Finance, Journal World Economics, vol. 9, no. 2, april–june 2008
(rujukan utama)
Wahyu Dewati, Iss Savitri Hafid, Dadal Angkoro Ibrahim, Zainuddin, Mikrostruktur
Pasar Uang Antar Bank Rupiah Pembentukan Dan Perilaku Harga. Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan, Maret 2004
Lasmiatun,
Perbankan Syariah, Semarang: Kartini Press, 2010
Setiaji,
Bambang, Islamic Bank Development in Indonesia, Makalah presentasi
seminar di Darwin Australia 2011
0 comments:
Post a Comment