Menyoal Pasar Uang Syariah


 written by Aan Zainul Anwar


I.             Pendahuluan
Bank pada hakikatnya adalah lembaga intermediasi antara para penabung dan investor. Tabungan hanya akan berguna apabila diinvestasikan, sementara para penabung tidak dapat diharapkan untuk sanggup melakukannya sendiri dengan terampil dan sukses. Nasabah mau menyimpan dananya di bank karena ia percaya bahwa bank dapat memilih alternatif investasi yang menarik. Proses pemilihan investasi itu harus dilakukan dengan seksama, karena kesalahan dalam pemilihan bentuk investasi akan membawa akibat bank tidak bisa memenuhi kewajibannya kepada para nasabahnya. Pada umumnya bank mengkoordinasikan fungsi tersebut melalui apa yang disebut assets/liabilities management committee atau disingkat ALCO. Tugas utama manajemen aset/liabilitas adalah memaksimalkan laba, meminimalkan risiko, dan menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. Potensi risiko yang dihadapi oleh bank konvensional juga dihadapi oleh bank syariah, kecuali risiko tingkat bunga, karena prinsip profit and loss sharing yang menjadi landasan sistem operasionalnya.
Untuk itu, bank yang kelebihan cadangan uang akan menyalurkan pada objek-objek yang dianggap save dan mampu membawa keuntungan serta dalam jangka pendek. Hal ini untuk terus menjaga likuiditas perbankan jika nasabah hendak menarik uangnya. Adapun perusahaan non lembaga keuangan jelas berbeda dengan lembaga keuangan. Terutama masalah keuangan perusahaan yang selalu berputar karena hasil usaha sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi likuiditas jangka pendek, terutama untuk operasional perusahaan seperti gaji karyawan, pembelian bahan baku dll . Maka untuk menutupi tersebut perusahaan menerbitkan instrumen di pasar uang guna mendapatkan uang tunai secara cepat.
Adapun perbankan yang mengalami likuiditas jangka pendek akan lebih mudah mendapatkan suntikan dana melalui Pasar Uang melalui transaksi pinjaman antar bank atau lembaga keuangan lain yang sebagian besar berjangka waktu pendek (harian/overnight).
Jika dalam perbankan konvensional terdapat Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebagai alternatif pilihan utama perbankan dalam menjaga likuiditas harian yang dikontrol oleh bank central turut melalui pengendalian suku bunga (Wahyu Dewati et,all, 2004). Begitu pula dengan perbankan berbasis syariah, lembaga keuangan syariah memiliki pasar khusus syariah dengan sebutan pasar uang antar bank syariah (PUAS) sebagai salah satu instrumen yang penting dalam menjaga kestabilan likuiditas. Penulis yang tergabung dalam kelompok ini mencoba merangkum dan menganalisis seputar pasar uang yang disajikan secara ilmiah oleh Heiko Hesse, Andreas A. Jobst & Juan Solé yang berjudul "Trends and Challenges in Islamic Finance" atau Tren dan Tantangan dalam Keuangan Islam yang dimuat dalam jurnal World Economics, vol. 9, no. 2, april–june 2008 halaman 175-193.
I.             Pasar Uang dan Tantangan Moneter
Fenomena yang harus kita banggakan adalah industri keuangan syariah yang terus meningkat meski dibilang belum lama berdiri. Pertumbuhan keuangan syariah menunjukkan tingkat rata-rata tumbuh sekitar 15 persen pertahun, terutama dalam beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan cepat telah didorong tidak hanya oleh lonjakan permintaan untuk produk yang sesuai syari'at, tapi juga adanya para pemodal dari Timur Tengah dan negara-negara Muslim lainnya, selain itu juga investor di seluruh dunia, sehingga menjadikan rendering ekspansi keuangan Islam merupakan fenomena global.
Laju pertumbuhan yang signifikan tersebut didukung oleh beberapa faktor, pertama, selain ruang lingkup geografis yang luas, perluasan yang cepat dari keuangan syariah juga terjadi di seluruh produk kegiatan keuangan, mulai dari perbankan ritel untuk asuransi dan investasi pasar modal, juga mungkin yang menjadi pertumbuhan cepat adalah sukuk atau obligasi syariah, bentuk yang paling populer dari pembiayaan kredit sekuritas dalam keuangan Islam.
            Permasalahan muncul ketika pasar uang syariah bebas bergerak tanpa ada pengendali sistem syariah. Tentu ini akan memberikan suatu sikap yang kurang menyenangkan jika harus berpihak terhadap salah satu. Pertama, berpihak pada tradisi yang sekuler. Kedua, bertindak mengikuti peraturan sistem yang ditetapkan komite syariah (AAOIFI ) demi tercapainya pelaksanaan prinsip syariah. Pada Februari 2008, komite syariah mengeluarkan rekomendasi baru mengenai peran kepemilikan aset, jaminan investasi, dan penasihat syariah dan proses persetujuan dalam sukuk dan perdagangan. Aturan-aturan yang diusulkan menarik perhatian yang signifikan sebelum pembebasan mereka, setelah pernyataan oleh ketua komite syari'ah pada bulan November 2007 menunjukkan bahwa 85 persen masalah sukuk di GCC tidak setuju dengan prinsip-prinsip syari'ah. Sebagian besar sukuk yang diterbitkan di GCC memiliki perjanjian pembelian kembali eksplisit yang menjamin pembayaran pokok namun melanggar pembagian laba-rugi (PLS) sesuai fitur hukum Islam.
Melihat kenyataan yang demikian, pasar uang syariah berpotensi mengalami gejolak sebagaimana pasar uang konvensional.  Resiko terjadi hal-hal yang lazim dalam pasar uang memang tidak menutup sebuah kemungkinan, seperti terjadinya risiko pasar yang mana terjadi karena turunnya harga suatu instrumen pasar uang yang dikarenakan tingkat suku bunga naik sehinnga investor mengalami kerugian. Risiko gagal bayar yang terjadi karena debitur tidak dapat memenuhi kewajiban bayar kepada kreditur.  Risiko inflasi terjadi karena naiknya harga barang / jasa sehingga daya beli menurun atas pendapatan yang diterima dari pinjaman yang diberikan dan risiko nilai tukar terjadi karena adanya perubahan tidak menguntungkan terhadap kurs mata uang asing. Risiko-resiko tersebut pun berpotensi pada pasar uang syariah jika tidak menjalankan sistem
Jika mengacu pada sistem pasar uang syariah serta fungsinya, adanya risiko sebagaimana yang terjadi dalam sistem pasar uang konvensional dapat dihindari atau kalaupun terjadi resiko dapat ditekan serendah mungkin karena pada prinsipnya operasional pasar uang syariah mengacu pada skema akad syariah, tergantung akad apa yang digunakan.
Tantangan muncul dalam pasar uang syariah adalah adanya pengaruh pasar konvensional yang dikontrol oleh bank central dalam penentuan suku bunga, maka pasar uang syariah berpotensi menetapkan standar keuntungan sebagaimana bunga yang ditetapkan, hal ini menjadi sebuah tantangan apakah bisa pasar uang syariah lepas dari bayang-bayang bank konvensional dan menerapkan mekanisme yang sepenuhnya sesuai dengan syariah.
II.           Syariah Compliant sebagai Perangkat Kehati-hatian
Dari perspektif kehati-hatian, dalam artikel ilmiah tersebut menyoroti tentang syariah complient, mengingat belum diterapkannya syariah compliant pada pasar uang jangka pendek (kurang dari seminggu). Permasalahan muncul ketika terjadi gejolak risiko sehingga berpengaruh pada penyelesaian hukum.  
Fungsi syariah syariah compliant atau pelaksananya yaitu dewan pengawas syariah adalah harus menentukan kontrol rinci untuk model masing-masing bank dalam menggunakan jenis transaksi terutama dalam hal model yang umum digunakan seperti Murabahah dan Ijarah yang rentan untuk digunakan sebagai back-door (celah) untuk bunga. Murabahah dalam berbagai barang mungkin melibatkan aspek yang berbeda yang mungkin perlu pengawasan yang ketat. Dewan pengawas syariah memberikan pengendalian internal sehubungan dengan beberapa model produk yang beredar dipasar uang yang menggunakan akad sebagai di bawah ini:
a.        Murabahah
1.       Dewan Syariah harus memastikan bahwa akuntansi dalam Murabahah dibuat mirip dengan transaksi perdagangan bukan transaksi keuangan. Dalam hal ini sesuai dengan standar akuntansi AAOIFI. Beberapa bank merekam hanya pencairan dari jumlah total termasuk mark-up. Ini bertentangan dengan substansi syariah compliant Murabahah.
2.       Untuk memastikan bahwa bank tidak terlibat dalam transaksi Murabahah Rollover, kontrol internal yang ketat diterapkan. Harga barang tidak dapat diubah jika pelanggan tidak membayar tepat waktu. Dengan demikian, tidak ada kesempatan untuk rollover transaksi murabahah.
3.       Klien yang membayar untuk pembelian jumlah komoditi atas nama bank tidak dapat membeli komoditas untuk waktu yang lama dan menggunakannya untuk aset lain yang mungkin tidak diperbolehkan misalnya untuk pembelian berbasis kepentingan sekuritas atau saham perusahaan berbasis bunga. Oleh karena itu, harus ada kontrol yang efektif bahwa klien membeli komoditas tersebut dalam waktu minimum yang diberikan dan memberikan pernyataan ke bank diikuti oleh penerimaan oleh bank dan penjualan kepada klien. Untuk kontrol yang efektif, dewan pengawas syari’ah juga dapat menyarankan bank untuk melakukan pembayaran langsung ke pemasok.
4.       Dewan pengawas syariah harus memastikan bahwa semua persyaratan dokumentasi khususnya dalam kasus klien juga agen dari bank sudah terpenuhi dengan benar. Bank tidak berhak melakukan perubahan dalam Master Agreement tanpa persetujuan nya.
5.       Mark-up harus dibebankan bank waktu menjual komoditas pada kredit untuk klien. Dewan syariah harus memastikan bahwa tidak dibebankan terhadap klien (sebagai agen).
6.       Bai al Inah / pembelian kembali. Pengaturan ini tidak diperbolehkan dalam Syariah. Dewan Syariah harus dimasukkan ke dalam kontrol tempat yang efektif bahwa bank tidak mencari celah (back door) untuk teknik pembelian kembali dalam kasus transaksi Murabahah.


b.       Ijarah
 Perangkat utama lainnya adalah menggunakan ijarah. berikut mungkin beberapa kontrol nya:
1.       Dewan Syariah harus memastikan bahwa kepemilikan aset yang disewakan ditransfer ke lessor yaitu bank. Dalam kasus itu melibatkan impor, bank harus mengimpor langsung atau melalui agen.
2.       Ijarah dan Bai' adalah jenis yang sama sekali berbeda dari transaksi dalam hal implikasinya bagi pihak yang terlibat. Oleh karena itu, dua transaksi tidak boleh dicampur sedemikian rupa sehingga masing-masing syariah penting tidak dipenuhi. Perpindahan kepemilikan kepada penyewa tidak harus menjadi kondisi yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Sewa. Ini bisa menjadi janji sepihak, tidak mengikat pihak lain.
3.       Dewan Syariah harus memastikan bahwa biaya yang berkaitan dengan pembelian dan kepemilikan aset ditanggung oleh bank. Dengan demikian, biaya yang diperlukan untuk mempertahankan keseluruhan aset adalah tanggung jawab lessor
4.       Sesuai standar akuntansi AAOIFI untuk Ijarah, Ijarah akuntansi untuk pembiayaan berbasis harus serupa dengan yang dari sewa operasi dan bukan dari sewa pembiayaan.
Demikian pula untuk semua model transaksi lain yang dilakukan bank syariah serta fungsi dewan pengawas syariah harus benar-benar bisa mengidentifikasi dan melakukan kontrol produk syariah sehingga bisa dipastikan dapat menjaga ketaatan hukum terhadap produk bisnis yang sesuai dengan syariat Islam.
III.          Expansi Bisnis Syariah ke Konvensional
Pada bahasan selanjutnya, Bank-bank syariahpun memperluas kehadiran mereka di sistem konvensional. hal ini jauh dari perkiraan kita. Ironisnya, hal ini dianggap relevan untuk mengetahui apakah bank-bank syariah lebih stabil dibandingkan bank konvensional. Sebagaimana disebutkan dalam jurnal dimaksud, beberapa penulis berpendapat bahwa risiko yang ditimbulkan ke sistem keuangan oleh bank-bank syariah berbeda dalam banyak hal dengan bank konvensional. Risiko unik untuk bank syariah mungkin timbul secara langsung dari fitur khusus akibat akad serta tidak langsung akibat hukum pemerintahan, dan likuiditas manajemen infrastruktur yang tersedia untuk lembaga-lembaga perbankan syariah. Sebagai contoh, pembiayaan pembiayaan syariah menggeser risiko kredit langsung dari bank konvensional yang memiliki tujuan investasi. Selain itu, perbankan syariah juga meningkatkan tingkat risiko pada sisi aset neraca bank, karena itu membuat bank-bank Islam rentan terhadap risiko yang biasanya ditanggung oleh investor ekuitas daripada pemegang utang.
Selain itu, ketidak layakan pasar uang syariah dapat memperburuk risiko likuiditas. Demikian pula, larangan terhadap penggunaan derivatif konvensional membatasi kemampuan bank-bank syariah untuk melindungi nilai risiko tertentu. Selain itu, kebanyakan bank –bank syariah beroperasi di lingkungan dengan pasar antar bank dan uang kurang berkembang atau tidak ada sekuritas pemerintah, dan dengan terbatasnya ketersediaan dan akses kepada pemberi pinjaman.
Perbedaan-perbedaan ini telah dikurangi sedikit karena perkembangan terakhir di instrumen pasar uang syariah dan pemberi pinjaman menyatakan komitmen implisit dan pemerintah yang paling berperan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada semua bank selama keadaan diluar rencana. Di sisi lain, ada fitur bank-bank syariah yang bisa membuat mereka kurang rentan dibanding bank konvensional. Sebagai contoh, bank-bank Islam mampu melewati guncangan negatif dari sisi aset.  Maka, untuk menutupi kekurangan aset tersebut dibentuklah PUAS sebagai solusi. Namun yang terpenting adalah stabilitas ekonomi akan berdampak pada kekuatan moneter.
IV.         Kesimpulan
Membaca jurnal sebagaimana tersebut diatas serta ringkasan pada permasalahan pasar uang sebagaimana disinggung dalam jurnal tersebut, maka dapat kami simpulkan beberapa hal yang sekiranya dapat menjadi bahan perhatian terhadap kemajuan sistem ekonomi islam kita. Beberapa kesimpulan tersebut yang dapat kami sampaikan:
1.       Perlu adanya sistem dan manajemen teliti terhadap setiap emiten yang tergabung dalam pasar uang, khususnya pasar uang syariah.
2.       Optimalisasi peran dewan pengawas syariah, khususnya perbankan yang turut serta dalam pasar uang syariah
3.       Dewan pengawas syariah harus benar-benar orang yang kompeten dalam hal hukum, manajemen dan akutansi perbankan syariah supaya paham dan mengerti sistem yang berlaku.
4.       Tindak lanjut terhadap perbankan syariah yang bermain sistem konvensional. Hal ini diperlukan supaya tidak tercampur dengan harta haram.
5.       Perlu adanya peningkatan pelayanan dan kuwalitas pasar uang syariah, serta emiten-emiten yang bermain didalamnya.
V.           Penutup
Pasar uang sebagai instrumen penting dalam stabilisasi perekonomian bangsa diharapkan bisa memerankan perannya dengan sempurna, sebab dengan begitu masyarakat secara umum akan merasa nyaman dan tentram ketika ekonomi nasional kokoh. Pasar uang syariah sebagai solusi pasar uang yang bersih dari riba harus memerankan peran yang maksimal, sehingga terwujud sebuah cita-cita negara yang bersih dan kuat.







Bahan Bacaan

Heiko Hesse, Andreas A. Jobst & Juan Solé, Trends and Challenges in Islamic Finance, Journal World Economics, vol. 9, no. 2, april–june 2008 (rujukan utama)
Wahyu Dewati, Iss Savitri Hafid, Dadal Angkoro Ibrahim, Zainuddin, Mikrostruktur Pasar Uang Antar Bank Rupiah Pembentukan Dan Perilaku Harga. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 2004
Lasmiatun, Perbankan Syariah, Semarang: Kartini Press, 2010
Setiaji, Bambang, Islamic Bank Development in Indonesia, Makalah presentasi seminar di Darwin Australia 2011

0 comments:

Post a Comment